Selasa, 29 Juli 2008

6th Note : Gemetar...

Sebut saja nona T, umur sekitar 13 tahun, datang ke UGD dengan riwayat post kecelakaan lalu lintas (KLL) 15 menit lalu. Kecelakaan ini adalah kecelakaan motor menabrak motor. Nona T datang bersama dengan mas O yang menabraknya. Keduanya datang dengan luka lecet yang multipel di berbagai regio badan. Kondisi kesadaran keduanya masih baik. Tapi di antara nona T dan mas O terdapat satu luka terbuka yang memerlukan tindakan hecting n debridement dan perawatan luka yang segera.

Luka terbuka terparah adalah luka dari nona T. Luka ini di regio lateral plantar pedis dengan panjang luka 6 cm, lebar 1 cm, dan dalam 1 cm. Bentuk luka tidak bagus dan perlu tindakan debridement. Dan perawat memangil saya untuk menawarkan menangani luka nona T. Saya pun terima. Dan saya mencoba menangani ini dengan setenang mungkin...

Awal penanganan luka adalah melakukan sterilisasi daerah luka dengan betadine. Setelah itu dengan alkohol kemudian betadine lagi. Setelah luka tersterilisasi langkah selanjutnya adalah menutup daerah sekitar luka dengan kain linen steril. Celakanya ini tidak ada. Tapi masih saya coba berusaha tenang. Lalu saya siram daerah luka dengan NaCl kemudian perhidrol dan NaCl kembali. Tindakan ini dilakukan karena luka nona T lukanya dalam dan kotor sehingga dapat menyebabkan bakteri anaerob menginfeksi luka. Luka pun terdisinfeksi dan siap didebridement.

Debridement luka dimulai entah kenapa kaki terasa gemetar. Sebab darah keluar terus dari tempat luka. Saya perintahkan asisten, seorang perawat, untuk menekan luka (dep). Debridement dimulai dengan darah yang masih juga mengalir. Perawat senior menyarankan untuk menjahit subcutis segera dan kemudian menjahit kulit untuk kemudian dilakukan pemeriksaan foto. Saya pun setuju. Namun kaki ini semakin gemetar... Saya belum pernah menjahit subcutis. Perawat senior membantu menjahit subcutis dan selanjutnya saya menjahit kulit.

Penjahitan subcutis pun selesai. Kini giliran saya menjahit kulit. Saya meminta kepada perawat jarum yang kecil untuk menjahit kulit. Namun, dia menyarankan besar saja. Tetapi saya menolak. Sebab menurut saya jarum yang kecil lebih mudah saya kontrol. Namun, ternyata saya salah besar.

Kulit plantar pedis terkenal ketebalan kulitnya. Nah ini benar-benar terasa tebal. Ketika mulai menjahit kaki saya ini terasa semakin gemetar. Namun, saya tetap berusaha PeDe menjahit. Dan celakanya jarum yang saya pakai menjadi bengkok ujungnya. Jarum jahit yang bentuknya C jadi S. Wah kacau!

Bertambah gemetarlah kaki saya. Saya pun dimarahi perawat dan akhirnya saya mengganti dengan jarum yang lebih besar. Namun celakanya masih juga jarum ini bengkok lagi. Gila! Saya semakin berkeringat. Perawat tetap mempercayai saya menyelesaikan tugas menjahit ini. Akhirnya saya ambil jarum yang no.2 paling besar. Nah, kini terasa menjahit lebih ringan.

Namun menjahit ternyata tidak segampang terkira. Luka nona T tidak lurus segaris namun lurus terus menukik. Jadi penjahitannya perlu teknik khusus. Dan disinilah saya belajar teknik itu dari seorang perawat.

Penjahitan selesai, badan saya penuh keringat. Padahal ini adalah operasi minor biasa. Yah, gemetar adalah respon fisiologis dari tubuh kita ketika kita tidak siap menghadapi sesuatu di depan kita. Semua orang pasti pernah mengalami periode itu. Tindakan medis tidak bisa hanya sekedar dipelajari di teori tetapi juga menuntut praktek. Dan celakanya saya yang juga telah berkali-kali berlatih mempraktekkan belajar menjahit lewat berbagai media, manekin, ban, kain, tas kulit, dll. Tetap saja gemetar ketika apa yang dihadapan kita "sensasi"nya tidak sama ketika berhadapan dengan seorang pasien yang berupa makhluk yang bernama manusia.

Inilah dunia kedokteran, kita punya resiko medis yang harus ditanggung kepada seorang makhluk bernyawa yang bernama manusia. Dan celakanya saya juga seorang manusia yang perlu berpuluh kali mungkin berratus kali untuk bisa mengobati gemetar dalam berbagai kasus medis yang memerlukan tindakan, bukan sekedar meresepkan obat atau memberi nasehat dan anamnesis. Sungguh resiko yang besar dan memerlukan latihan dan habituasi bukan hanya sekedar untuk terampil tetapi yang lebih penting melakukannya dengan benar!

Banyak paramedis yang lebih terampil dari seorang dokter. Tetapi dokter tetap harus menjadi leader sebab resiko medis itu ditanggungkan kepadanya. Resiko medis berupa menambah penderitaan pasien untuk supaya dapat kembali sembuh atau resiko medis terburuk pasien meninggal dalam tindakan medis yang kita lakukan walaupun kita telah berlatih ratusan dan melakukan dengan benar. Berat! Namun inilah D-O-K-T-E-R


Jumat, 18 Juli 2008

5th Note: Hernia?

Ny. M, 50 tahun, datang ke RS dengan keluhan utama berupa benjolan. Benjolannya ada 2. Satu di regio lumbal kanan dan satu benjolan di lipatan paha kiri. Ny. M mengeluhkan ke-2 benjolan tersebut makin besar dan benjolan di lipatan paha membuatnya merasa tidak nyaman. Benjolan pertama di regio lumbal kanan, terasa kenyal, mobile, berbatas tegas, terfiksir, dan tidak nyeri. Ukurannya sekitar 2x3x0,5 cm. Sementara benjolan kedua cukup menarik bila diperiksa lebih lanjut. Benjolan ke-2 ini diriwayatkan membesar secara perlahan dan tidak ada riwayat hilang timbul serta tidak terasa nyeri.

Dulu ketika benjolan di lipatan paha kiri masih kecil, Ny. M mencoba mengabaikan. Benjolan tersebut dirasa tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Benjolan itu ia coba pijat dengan minyak pijat. Namun, masalah mulai muncul ketika benjolan membesar. Di dalam benjolan tersebut terasa ada “sesuatu” yang turun. Jika diraba benjolan terasa kenyal, “halus”, mobile, berbatas tegas, dan tidak nyeri. Ukuran sekitar 5x4x2 cm. Ny. M tidak ada penurunan nafsu makan dan berat badan. Ny. M hanya memilki dua buah anak dan pekerjaan sehari-hari adalah seorang petani. Ini menarik.

Setidaknya ada tiga hal yang menarik dari kasus ini, khususnya pada benjolan di lipat paha. Pertama, benjolan yang makin membesar di lipatan paha kiri; kedua, benjolan tidak hilang timbul; dan ketiga, Ny. M merasa ada “sesuatu” yang turun. Benjolan adalah sebuah tumor dan harus diketahui apakah tumor ini termasuk tumor yang jinak atau ganas. Benjolan juga dapat berasal dari suatu “penonjolan”, bahasa medisnya hernia. Benjolan juga bisa berupa akumulasi cairan (edema atau hidrokel), jendalan darah (hematom), atau abses subkutan. Tentunya bila dilihat dari lokasi dan deskripsi tentang benjolan maka tidak bisa benjolan di lipat paha dan regio lumbal dikatakan sebagai edema atau hematom. Jika ini berupa akumulasi cairan maka tes undulasi dan fluktuasi akan memberikan hasil postif, layaknya sebuah balon yang berisi air.

Benjolan dari regio lumbal tampaknya sudah dapat diagnosis sebagai soft tissue tumor dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Namun ini perlu diperiksa apakah benign soft tissue tumor (jinak) atau malignant soft tissue tumor (ganas). Diagnosis banding untuk benjolan di regio lumbal, saya hanya terpikir lipoma karena benjolannya lunak, mobile dan tidak nyeri dan tempatnya adalah tempat yang kaya akan lemak.

Oke, sekarang ke benjolan yang di lipatan paha kiri. Benjolan ini masih perlu dibedakan apakah hernia atau soft tissue tumor. Maka diagnosis kerja masih obs. massa regio inguinal sinistra suspect hernia femoralis dd soft tissue tumor. Dari palpasi, tanda benjolan yang halus seperti kain sutra (silk sign) sepertinya mengindikasikan benjolan adalah hernia. Nah jika hernia, dari letaknya hernia apakah ini?

Secara gampang bila dilihat dari letaknya benjolan berada di bawah ligamentum inguinale, maka lebih tepat jika hernia ini dikatakan sebagai hernia femoralis---suatu penonjolan akibat usus yang masuk ke dalam saluran paha (canalis femoralis) dikarenakan kelemahan dinding otot perut dan peningkatan tekanan intra abdomen yang berulang-ulang. Namun, masalah menjadi berubah ketika dilihat dipapan ruang operasi Ny. M ternyata didiagnosis hernia inguinalis lateralis dan lipoma. Wah, kok bisa?

Ini benar membuat kasus ini semakin menarik. Dari anatomi dan pemeriksaan fisik lebih menggambarkan bahwa benjolan di lipatan paha kiri ini adalah hernia femoralis. Beda sekali dengan hernia inguinalis lateralis. Hernia inguinalis lateralis berada di atas ligamentum inguinal dan dia turunya tidak akan ke paha, tetapi harusnya ke labia mayor. Bahaya! operasinya apakan beda?

Dalam operasi benjolan insisi dimulai pada benjolan tidak peduli apakah ia hernia atau tumor. Namun beda teknik pengerjaannya. Tumor jinak ia harus di ambil “seakar-akarnya” jangan sampai ada sisa, sebab dapat menimbulkan tumbuhnya tumor kembali. Hernia ia harus dipotong (herniotomi), lalu dikencangkan dengan bantuan jaringan sekitar (hernioraphy dan hernioplasty). Nah disinilah letak keunikan dan semakin menariknya dari kasus ini.

Akhirnya dalam operasi ternyata terbukti bahwa benjolan tersebut adalah hernia femoralis. Usut punya usut ternyata penulis dipapan operasi adalah perawat operasi. Yah, maklumlah.

Dari kasus ini anamensis sederhananya haruslah mampu mengenali identitas medis pasien, riwayat penyakit, faktor resiko, dan ada tidaknya komplikasi. Ilmu kedokteran adalah seni bagaimana menegakkan diagnosis dan melakukan manajemen kepada pasien. Jadi kunci awalnya pada anamnesis. Anamnesis harus dalam dan mampu membentuk diagnosis banding dan setidaknya dapat pula menyingkirkan diagnosis banding. Jika anamnesis kurang dalam maka diagnosis kerja juga akan mengambang dan membuat manajemen yang kurang tepat. Nah kalau sudah seperti ini kasihan pasiennya. Paling enak jika melakukan anamnesis tetapi bukan seperti mengintrogasi pasien. Yah ini senjata awal seorang dokter, jadi perlu latihan dan latihan dan tidak boleh berpuas diri. Everybody is unique and different, if u history taking one hundred people u may have one problem but u will have one hundred different ways to recognize their specific problem.

Kamis, 17 Juli 2008

4th Note: Dokter Komplit....

Inilah tokoh pengusaha muda berdarah Minang yang kesohor di Medan : Rosihan Arbie. Ia mengelola satu rumah sakit, satu klinik spesialis, dan satu hotel - Rumah Sakit Permata Bunda, Klinik Spesialis Bunda, dan Hotel Garuda Plaza.

Uniknya, ketiga unit usaha ini terletak saling berhadapan di jalan Sisingamanganraja. Usaha ini dirintis ayahnya, Haji Arbie, dari bisnis percetakan.

Rosihan, yang sering dipanggil "Pak Dokter", memang unik. Ia memang dokter, tapi tidak praktek. Untuk mengamalkan ilmunya, Rosihan mengajar mata kuliah farmakologi pada FK Universitas Sumatera Utara. Usianya sekitar 40-50 tahunan, tapi kelihatan sangat matang. Ia punya naluri bisnis yang tajam dan pintar bergaul.

Pendek kata, ilmunya komplit. Rosihan punya darah Minang, yang hebat dalam sense of enterprenuership, dan terjun di alam persaingan yang keras di Medan yang bahkan ditakuti pengusaha asal Jawa sekalipun. Di samping itu, ia rajin menyerap ilmu bisnis, manajemen, dan pemasaran mutakhir dari Harvard ataupun Wharton.

Saya tertarik terhadap tiga hal pada dirinya:

Pertama, ia berusaha melakukan sinergi di antara bisnis rumah sakit dan hotel. Padahal keduanya punya perbedaan yang cukup mencolok. Usaha yang satu untuk orang sakit, dan usaha yang lain untuk orang sehat.

Tapi Rosihan berpikir lain. Ilmu hotel, yang biasa memberi customer service pada tamu, harus ditularkan pada rumah sakit. Karena itu, orang yang datang ke rumah sakit dan klinik spesialisnya dianggap customer. Konsep customer satisfication harus diimplementasikan di sana. Para dokter dan perawat di rumah sakit dan kliniknya sering diikutkan seminar tentang how to deliver a good service.

Ia, sebagai seorang dokter, juga mengajak Polda Sumatera Utara untuk menyelenggarakan seminar penyuluhan tentang bahaya ekstasi, pil koplo, dan magadon di Hotel Garuda Plaza. Tentu saja ajakan itu disambut baik oleh pihak yang berwajib. Semua tempat termasuk sekolah menengah, punya resiko tinggi terhadap hal itu, akan diundang mengikuti seminar tersebut. "Mumpung belum, jangan sampai Medan jadi Jakarta," katanya. Acara itu tentunya merupakan pedang bermata dua - merupakan cermin rasa tanggung jawab sosial dan sekaligus PR untuk rumah sakit. Bahkan acara itu sendiri bisa menciptakan traffic di hotel.

Kedua, Rosihan pintar melakukan networking dengan pihak ketiga. Organisasinya sendiri dipertahankan lean, mean, and clean. Tapi jaringan dengan organisasi lain digelar. Sisa waktunya yang sudah sedikit itu masih dipakai Rosihan untuk aktif pada sekitar 30 organisasi. Ia duduk pada berbagai kepengurusan organisasi - mulai dari Kadin, asosiasi manajer, sampai Persatuan Pelanggan Telepon.

Ia pintar mengatur waktu untuk menghadiri rapat, seminar, atau acara lain dari organisasi tersebut. Justru lewat jaringan yang begitu luas, maka bisnisnya bisa jalan lebih lancar. Hubungan bukan cuma bisnis, melainkan sudah jadi lebih pribadi.

Selain itu, Rosihan juga membina 90 pengmudi taksi yang bertugas di Bandara Polonia. Ia memberi komisi progresif untuk para pengemudi yang bisa membawa tamu-tamu walk in. Para pengemudi itu dikumpulkan tiga bulan sekali di hotelnya, diberi hadiah, dan diajari salesmanship.

Selain komisi, para pengemudi yang membawa tamu paling banyak juga diberi hadiah televisi. Semua pengemudi dan keluarga, kalau sakit, boleh datang ke rumah sakitnya tanpa perlu taruh uang muka, dan diberi diskon pula. Para pengemudi taksi biasanya sering diberi pengarahan untuk membawa korban kecelakaan, kalau kebetulan ketemu di jalan, ke rumah sakit. Opo ora hebat?

Ketiga, Rosihan juga pintar memilih, mengembangkan, dan membina sumber daya manusia di rumah sakit ataupun di hotel. Perawat di rumah sakit diupayakan sama rata dalam jumlah antara yang memeluk agama Islam, Kristen, dan Konghuchu. Ada maksudnya tentu. Supaya pada Hari Lebaran, Natal, dan Tahun Baru Cina, yang sering melumpuhkan operasai bisnis di Medan, rumah sakit masih bisa jalan. Mengapa? Hanya sepertiga yang cuti, dan dua pertiga lagi masih bisa masuk kerja.

Hotel Garuda Plaza sekarang dipimpin oleh general manager kebangsaan Filipina. Maksudnya, biar hotel itu bukan bintang lima, tapi punya citra internasional. Maklum, segmen pasar wisatawan mancanegara cukup besar di situ.

Rosihan sendiri termasuk seorang hands on leader. Ia mengerahkan pikiran 24 jam untuk bisnis. Ia juga selalu melakukan pemantauan pribadi ke hotel dan rumah sakit sampai larut malam. Anda mau tahu kendaraan pribadinya? Punya Mercedez Bens, tapi disimpan di rumah. Kalau nyetir cukup Toyota Starlet.

Mengapa Starlet? "Lho, saya kan pengusaha kecil yang harus bisa bergaul dengan semua orang. Kalau naik Mercy, berarti saya pasang jarak dengan orang lain," katanya.

Selain konglomerat, negara kita memerlukan banyak pengusaha menengah, seperti Rosihan, untuk membentuk lapisan kekuatan ekonomi yang tangguh. Dari lapisan menengah inilah diharapkan akan lahir konglomerat baru, seperti Bankir Mochtar Riady.

Disadur dari tulisan Herwawan Kertaya dalam buku Siasat Bisnis

3rd Note: Neurocysticercosis

Namanya, Adler Rebecca, seorang guru TK, cantik, tinggi usia 25 tahun. Pagi itu seperti biasa ia berangkat mengajar. Awal mengajar, dia mengajar dengan penuh semangat namun di tengah-tengah, tiba-tiba dia mengalami disartikulasi. Bicaranya menjadi tidak jelas dan mirip seorang bayi. Dalam hitungan detik sampai menit ketika dia tidak bisa bicara dia terjatuh dan tidak sadar. Di bawalah ia ke RS!

Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan MRI kepala dan didapatkan ada semacam “lesi” di otak Rebecca. Dr. H sebagai kepala yang menangani kasus ini bertanya kepada ketiga dokter penyertanya, Dr. Ch, Dr. C, dan Dr. F, tentang diagnosis banding bagi Rebecca. Ada informasi dari teman Dr. H, yaitu Dr. W bahwa Rebecca kemungkinan terkena tumor otak, tapi Dr. H menyanggah sebab Rebecca terlalu muda untuk terkena tumor otak. Dr. Ch menjawab sindroma iskemia otak, Dr. C menjawab penyakit Creutzfeldt-Jakob, dan Dr. F menjawab Wernicke encephalopathy. Dr. H mengatakan untuk Wernicke encephalopathy tidak mungkin terjadi sebab kadar thiamine darah masih normal. Dr. F mengatakan bisa saja hasil tes ini salah. Akhirnya Dr. H memutuskan untuk meretes profil darah Rebecca dan MRI kepala dengan kontras.

Saat pemeriksaan MRI kepala dengan kontras Rebecca mengalami shock anaphylaksis, tentunya ini sangat tidak menyenangkan. Rebecca tidak bisa diperiksa MRI dengan kontras! Hasil tes darah juga kembali mengatakan bahwa profil darahnya normal. Tim Dr. H hanya bisa menyatakan Rebecca alergi terhadap kontras MRI. Namun masalah utama kausa penyakit Rebecca belum dapat ditemukan dan di atasi.

Dr. H kini berada di kliniknya dengan seorang anak yang mengeluh sesak napas. Ibunya mengatakan ia sengaja tidak memberikan obat-obat sering2 pada anak ketika sesak sebab takut anaknya tergantung obat. Dr. H lalu mengatakan bahwa anak tersebut terkena asma dan memang dia harus minum obat sering supaya dapat mengontrol penyakit asmanya. Obatnya adalah steroid. Seketika itu timbul ide pada Dr. H.

Dr. H menemui timnya dan memerintahkan untuk mengasih steroid dosis tinggi pada Rebecca dan mengatakan bahwa Rebecca terkena cerebral vasculitis. Tapi timnya membantah, bagaimana Dr. H tahu kalau Rebecca terkena vasculitis, bukankah untuk seusianya penyakit tersebut jarang, tidak ada juga pemeriksaan definitif yang menyatakan bahwa Rebecca terkena cerebral vasculitis. Dr. House mengatakan bahwa sedimentation ratenya meningkat sedikit. Dr. F membantah bahwa itu bisa berarti banyaka atau bukan berarti apa-apa. Dr. H lalu mengatakan ya jelas saya tahu itu, memang saya tidak punya alasan menjelaskan cerebral vasculitis kecuali gejala-gejala yang terjadi pada Rebecca. Dr. C mengatakan mestinya dilakukan biopsi terlebih dahulu untuk menyatakan hal tersebut dan hasil MRI ketika melihat lesi itu seharusnya menyatakan juga adanya gambaran vasculitis otak. Dr. H mengatakan hipotesis cerebral vasculitis pada Rebecca dapat terbukti bilamana terapi steroid dosis tinggi diberikan pada Rebecca dan kondisi Rebecca membaik. Timnya mengatakan bagaimana mungkin ada tindakan diagnosis semacam itu, bagaimana jika kondisinya semakin memburuk. Dr. H mengatakan kita pelajari yang lain….

***

Terapi steroid dosis tinggi diberikan tetapi Rebecca menolak. Bukannya pada awalnya dia dikatakan menderita tumor tetapi mengapa sekarang dia dikatakan menderita yang lain. Tim Dr. H akhirnya menjelaskan pada Rebecca apa yang terjadi pada dirinya dan akhirnya Rebecca mencoba mengerti dan mau menerima terapi steroid tersebut. Kepala rumah sakit, Dr. Cu mengetahui tindakan yang dilakukan Dr. H, menyuruh timnya untuk menghentikan terapi pada Rebecca sebab tidak berlandasakan bukti medis. Tetapi pada akhirnya kepala rumah sakit tahu sendiri dan mendengar sendiri dari mulut Rebecca bahwa ia merasa kondisinya membaik dan dia mulai bisa makan dengan lahap. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dr. Cu mengatakan pada Dr. H bahwa kamu beruntung kali ini.

Ia memang benar Dr. H memang beruntung saat itu. Beberapa hari kemudian kondisi Rebecca tiba-tiba memburuk kembali. Ia mengeluhkan kini tidak dapat melihat dan mengalami seizure dan gawatnya kondisinya semakin memburuk. Dr. H mengatakan pasti ada yang terlewat. Dia mengatakan “Everbody lie and the truth begin from a lie.” Akhirnya dia menyuruh timnya untuk mengobservasi rumah Rebecca.

Di rumah Rebecca tim Dr. H tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan yang dapat membuat Rebecca mengalami penyakit yang dideritanya saat ini, kecuali banyak daging ham di meja makannya. Seketika itu Dr. H mengatakan dasar bodoh kalian. Dr. H mengatakan Rebecca menderita neurocysticercosis akibat menelan larva taenia yang terdapat pada ham yang tidak matang dia makan. Dr. F mengatakan bagaimana bisa lagi dia berkata seperti itu, bukankah tes darahnya normal tidak menunjukkan peningkatan eosinofil jika kondisi demikian yang terjadi. Dr. H mengatakan kali ini gejala-gejala yang terjadi pada Rebecca cocok semua jika neurocysticerosis adalah penyakitnya. Lalu Dr. H mengeluarkan literatur yang menunjukkan tanda-tanda dari neurocysticercosis. Tapi bagaimana membuktikannya apakah kembali dia harus menerima obat antiparasit dan jika membaik Dr. H benar dan jika salah maka tamatlah riwayat karier Dr. H. Dr. H perlu bukti medis!

Dr. H akhirnya menemui Rebecca dan menjelaskan semuanya. Tetapi Rebecca tidak menerima jika dia harus menerima obat antiparasit tanpa bukti medis yang definit. Dia telah merasa menjadi bahan percobaan, dan mengatakan bahwa Dr. H adalah dokter berengsek. Dr. H akhirnya lepas tangan untuk mengobati Rebecca, dia mengatakan tugasnya sudah selesai sebab dia sudah tahu apa penyakit Rebecca meskipun tanpa bukti medis. Dr. Ch akhirnya mendapat ide. Foto X-ray saja semua bagian tubuh Rebecca. Bukankah tidak hanya satu larva yang ada pada tubuh Rebecca dan larva taenia denistasnya dapat terlihat dengan X-Ray sebab larva taenia suka berada pada otot. Otot pada X-ray akan tampak semiopak sampai lusen pada X-Ray dan larva taenia akan tampak opak pada X-Ray sehingga ia dapat difoto tanpa kontras dan aman, tidak invasif. Apa yang terjadi? Ternyata benar pada foto polos paha Rebecca ditemukan positif ada larva dan Rebecca akhirnya dapat selamat dengan meminum obat parasit.

Ini adalah cerita awal bagaimana diterapkannya teori Occam’s Razor dan Hickam Dictum… Selamat Anda memang hebat atau beruntung Dr. H?

2nd Note: Kehidupan Sempurna ...

Pagi, itu di ruang kuliah lantai dua, duduk seorang dosen dikelilingi dengan para koas. Wajahnya yang segar, walaupun sudah cukup berumur, dan postur tubuhnya yang agak tambun berkisah dengan semangat. Kisah ini tentang seorang yang amat sakti, di mana tidak ada seorang pun pada masanya yang dapat mengalahkan kesaktiannya. Ya semacam Kenshin Himura atau kalau era anak sekarang Naruto atau semacamlah. Sebut saja ia dengan Rama.

Rama telah banyak mengalahkan ratusan hingga ribuan pendekar dan ksatria di dunia ini. Dari ujung kutub utara sampai kutub selatan telah dia tantang untuk dia kalahkan bahkan tak segan pula ia membunuh. Bicara bunuh-membunuh dia telah pengalaman semenjak, ya seusia para koas yang sedang duduk dengan dosen tersebut. Namun, kini ia telah mulai beranjak tua (30 thn ke ataslah) tetapi ia ingin mati sebab tidak ada ksatria yang mampu membunuhnya. Hingga ia tertidur dan bermimpi tentang masa lalunya …

Dulu ketika Rama seusia para koas dia mendapati ayahnya marah besar kepada ibunya. Ayah Rama marah karena ia mengetahui ibunya selingkuh dengan seorang pria ksatria dan meninggalkan ibunya, padahal mereka telah menikah lebih kurang 25 tahun. Ayah Rama lalu bertanya kepada tiga anaknya mulai dari yang terkecil hingga yang tertua. Rama adalah anak yang tertua. Anak terkecil usianya kira-kira anak SMP kelas 1 dan anak kedua usianya baru masuk kuliah.

“Nak, menurutmu jika ayah membunuh ibumu kamu rela atau tidak? Sebab ibumu telah ketahuan selingkuh dengan seorang pria, ” tanya Sang Ayah

“Jangan-jangan bunuh ibu adik masih saying sama ibu,” jawab anak yang terkecil.

“Kalau kamu gimana?” tanya Sang Ayah kepada anak yang kedua,

“Saya tau ibu salah dan saya paham bahwa ayah marah dengan ibu. Tetapi maaf ayah, saya sangat sayang dengan ibu dan tidak ingin ayah mengotori tangan ayah untuk membunuh ibu, lebih baik ayah ceraikan saja ibu.”

“Kalau kamu gimana Rama?” tanya Sang Ayah yang masih tidak puas dengan jawaban kedua anaknya.

“Ok saya turuti permintaan ayah untuk membunuh ibu tetapi setelah itu ayah turuti kemauan saya,” jawab Rama dengan tegas.

“Bagus, bagus, ok ayah setuju dengan kamu. Kalau begitu segera laksanakan, wahai Rama,” perintah Sang Ayah.

Akhirnya Rama melaksanakan perintah ayahnya dan membunuh ibunya dengan tanganya sendiri.

“Wahai ayah perintahmu telah kulaksanakan, kini aku minta ayah penuhi permintaanku?” kata Rama

“Apa permintaanmu Rama?” tanya Sang Ayah

“Tolong hidupkan kembali ibu dan kembalilah hidup dengan ibu seperti sediakala…” jawab Rama

Tentunya ini bukan permintaan yang mudah, sesakti-saktinya Sang Ayah ia tak mampu menghidupkan kembali orang mati. Melalui permintaan Rama ini, Sang Ayah sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar….

Di tengah mimpi timbul suara…

“Wahai Rama benar kamu ingin segera mati?”

“Ya, aku ingin segera mati. Segala macam kesuksesan dunia dan ketangguhan para ksatria di dunia telah kutaklukan, tak ada yang dapat menandingi aku sekarang. Lebih baik aku ingin hidup ini berakhir saja. Aku merasa lelah, aku ingin mati dengan mulia…” jawab Rama lantang.

“Bagaimana kamu bisa mati dengan mulia wahai Rama? Apa hidupmu sudah sempurna?”

“…” Rama terdiam

Seketika itu ia terbangun dan sadar bahwa dirinya hanyalah seorang yang kesepian dan ia ingin menjalani hidup yang sempurna namun ia tidak tahu…

Dosen itu menceritakan bahwa akhirnya Rama mengubah jalan hidupnya menjadi seorang guru dan di akhir hayatnya dia dibunuh oleh muridnya sendiri dan saat dibunuh oleh muridnya itulah ia merasa hidupnya kini telah sempurna….

Sebuah kisah yang memberi pelajaran dan hikmah bahwa :

  1. Sehebat dan sepinter apapun orang jika ia tidak dapat memberi manfaat bagi orang lain maka sudahkah ia dapat berkata bahwa hidupnya telah sempurna?
  2. Nilai kepatuhan seorang anak kepada orang tua
  3. Menegakkan hukum kepada orang yang bersalah meskipun orang tersebut adalah orang yang kita cintai
  4. Kebahagiaan dan kehidupan yang “sempurna” bagi seorang guru adalah melihat murid-muridnya mampu melebihi kemampuan dari gurunya.

Cerita dari : drg. Sara Afari Gadro, M.Kes; Yogya, Kamis, 5 Juni 2008, pukul 8.30 WIB

Dimodifikasi oleh Sang Murid…

1st Note: First Experience, First Principle...

Dr. Gregory House : Is He A Great Diagnotician?

By: Bagus A. Mahdi

Dr. Greogory House atau bekennya dikenal dengan dokter House, dalam serial film House M.D, adalah seorang dokter dengan kemampuan diagnosis yang “menarik”. Singkatnya dokter ini terkenal akan keakuratan diagnosis yang dia buat. Keakuratan diagnosisnya membuatnya sebagai kepala Departemen Diagnositik di Rumah Sakit tempat ia bekerja. Apa yang membuat dia begitu akurat dalam membuat diagnosis?

Prinsipnya sederhana dia mendiagnosis bukan dengan kata “mungkin”. Dia mendiagnosis dengan sedikit asumsi-asumsi dalam bekerja. Teori apa yang digunakan dia dalam bekerja? kenalkah dengan teori Occam’s Razor atau Hickam’s Dictum? Mboh, saya sendiri tidak pernah membacanya dalam buku-buku kedokteran yang ada selama ini kecuali dalam situs www.housemd-guide.com. Ketiga teori tersebut menarik bagi saya untuk dipelajari dan diterapkan dalam praktek di dunia kedokteran.

Occam’s Razor menyatakan bahwa kita dalam hidup harus sedikit mungkin membuat asumsi-asumsi. Intinya dalam mendiagnosis suatu penyakit kita pantang untuk sering kali berkata mungkin sebab dokter bukan dukun dan juga bukan “mungkin” dokter. Dokter adalah seorang scientist. Ini prinsip! Dalam bekerja dokter harus membuat differential diagnosis seketika pasien mengeluhkan gejala pertama pada kita. Bukan ketika setelah pemeriksaan fisik lengkap, hasil lab, foto X-Ray, dan pemeriksaan penunjang datang. Kenapa? Jawabnya sederhana kita tidak mengobati hasil lab, foto X-Ray, dan pemeriksaan penunjang dkk. Kita mengobati seorang pasien yang celakanya seorang manusia. Kuncinya pada ANAMNESIS ! Simpel tapi tidak mudah. Occam’s Razor menyatakan pasien dengan dua keluhan (contoh: demam dan sakit kepala) lebih mungkin dikarenakan oleh satu macam penyakit dibandingkan kedua keluhan tersebut disebabkan oleh dua penyakit berbeda.

Dr. Gregory House selalu mengobati pasien berdasarkan satu penyakit. Jika gejala-gejala makin memburuk, kemudian penyakit yang tidak diketahui (unknown disease) pasiti pengobatannya telah terlewatkan atau salah kasih obat. Tapi hei, bukankah ini semacam pasien dijadikan percobaan yang menghabiskan banyak biaya dan dapat mengancam jiwa pasien, dan dokter akan dapat dituntut oleh hukum?

Tapi tunggu dulu, di satu sisi teori Hickam Dictum menyatakan bahwa pasien dapat memiliki banyak penyakit yang tidak pernah mereka sangka. Singkatnya pasien dengan dua keluhan lebih cenderung memiliki penyebab yang berbeda untuk setiap gejala daripada berasal dari satu proses penyakit. Pasien memilki beberapa penyakit yang sering daripada memilki satu penyakit yang jarang yang dapat menjelaskan banyaknya gejala yang dialaminya. Alasan lainnya beberapa pasien pada gilirannya dapat memilki beragam penyakit dalam satu waktu. Dalam kasus semacam ini beragam kategori diagnosis dapat menyatakan penyebabnya sendiri-sendri daripada satu sumber; sebagai contoh pasien dengan Hepatitis B atau HIV pada awalnya dapat terdiagnosis ia common cold atau pneumonia atau penyakit jantung atau lainnya, di mana penyakit ini dapat muncul bersamaan. Dengan demikian tampaknya teori Hickam’s Dictum memberikan keseimbangan terhadap prinsip penggunaan teori Occam’s Razor dalam membuat diagnosis.

Jadi bukankah tidak masalah ketika pada awal perjalanan penyakit pasien kasih obat common cold, pneumonia, atau sakit jantung, namun ketika tidak sembuh-sembuh maka harus berpikir apakah ada penyakit utama yang terlewat? Kuncinya pada apakah problem utama pasien!

Dr. House merupakan dokter yang istimewa dan luar biasa karena ia dapat memakai teori Occam’s Razor dan Hickam’s Dictum dengan tepat dalam mendiagnosis bahkan pada kebanyakan penyakit yang tak jelas.

Namun perhatikan bagaimana Dr. House bekerja mencari solusi. Seorang pasien datang dengan keluhan yang masih samar-samar. Keluhan ini menyebabkan keluhan yang lainnya yang kemudian mengakibatkan seizure, reaksi alergi, atau gagal organ sehingga memerlukan tindakan lebih lanjut. Pada pelayanan rumah sakit umum maka langkah-langkah yang ditempuh:

  1. Pasien masuk UGD lalu dikirim ke bagian terkait dengan kelainan yang ditemukan.
  2. Pasien dievaluasi oleh residen (dan kemungkinan juga koas)
  3. Residen menampilakan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab ke dokter kepala.
  4. Dokter kepala akan mengulang aspek-aspek yang berhubungan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan kemungkinan merubah rencana pengobatan dari residen.

Pada kerja Dr. House tidak ada residen yang ada adalah “fellow”, dokter penyerta. Langkah tim Dr. House bekerja:

  1. Pasien dipindahkan ke tim Dr. House dari tempat siapa saja
  2. Satu “fellow” melakukan anamnesis
  3. Satu melakukan pemeriksaan fisik
  4. Dr. House membuat sejumlah daftar differential diagnosis dan meminta melakukan beberapa pemeriksaan lab atau penunjang yang dapat mengecilkan jumlah differential diagnosis.

Dr. House bekerja seperti menyusun sebuah puzzle dan itulah bagaimana kerja seorang dokter. Kita bekerja berdasarkan teori tetapi dalam menggali informasi jangan terlalu teoritis sebab yang kita hadapi celakanya adalah manusia. Terdapat guyonan dalam dunia kedokteran:

An internist, a pathologist, and a family physician go duck hunting. They see an animal that resembles a duck. The internist says, "Let me run some tests to prove that it's not a goose or a rabbit and only then will I proceed to shoot it." The pathologist says, "I'll kill it now and then figure out what it is." The family physician says, "I'm not quite sure what it is, and I don't really care. I have a gun and I'm killing it."

Apa yang membuat seorang ahli dalam mendiagnosis adalah kemampuan untuk mempertahankan pandangan di samping mempertahankan pengetahuan yang luas. Terkadang batuk adalah akibat suatu angioedema herediter akibat defisiensi C1 esterase inhibitor, namun terkadang batuk hanyalah sekedar batuk.

“It is in the nature of medicine that you are gonna screw up you are gonna kill someone. If you can't handle that reality, pick another profession. Or finish medical school and teach.” Gregory House M.D