Senin, 05 April 2010

15th Note : Lepra dan Mata Seorang Professor...

Seorang laki-laki usia sekitar 28 tahun ke atas datang ke poli Kulit dan Kelamin tempat saya belajar semasa sebagai dokter muda. Laki-laki itu ingin kontrol tentang penyakitnya namun ini baru pertama kali ia datang ke kemari. Pasien dilayani oleh seorang residen DV dan masuk ke poli umum pria. Dari anamnesis pemeriksaan residen tampak kebingungan dan memerlukan konsul dengan staf yang bertugas saat itu. Dan kebetulan yang bertugas saat itu adalah Prof.

Hari itu adalah hari pertama saya masuk ke poli. Belum banyak yang saya ketahui. Dalam hati saya bertanya kenapa pasien ini harus dikonsulkan dengan Prof.?

Beberapa saat kemudian Prof. datang. Dengan sekali lihat wajah pasien sekejap diagnosis pun muncul keluar dari mulutnya.
"Tampaknya ini adalah pasien lepra," kata Prof.
Kemudian Prof menganamnesis dan memeriksa pasien tersebut. Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakuka Prof. tampak jelas bahwa pasien ini adalah pasien lepra, tetapi prof juga tidak menyatakan 1 diagnosis. Dijelaskan pula beberapa diferensial diagnosis yang mungkin selain lepra. Saya bersama teman dan residen menyimak dengan seksama.

Lepra adalah penyakit yang dikenal pula dengan istilah "the great imitator". Tak jarang pada fase awal dokter umum akan mengira ia adalah tinea atau PVC. Namun jika sudah lanjut beberapa tanda dan gejala akan muncul. Tetapi yang paling sulit lagi ketika pasien lepra putus obat. Beberapa gejala dan tanda lepra yang muncul mungkin tidak adekuat untuk dapat menegakkan diagnosis lepra. Pemeriksaan lab pun kadang bisa pula negatif.

Pengobatan lepra termasuk pengobatan yang butuh kesabaran dan kesungguhan dari pasien sebab jangka waktunya lama. Pasien harus rajin dan kontrol rutin. Oleh karenanya perlu edukasi terhadap pasien sampai dia paham. Hampir sama dengan pengobatan pasien TB Paru.

Pasien kali ini adalah pasien yang telah putus obat sehingga bukan hal yang mudah untuk menegakkan diagnosis lepra.

Mendapat pasien lepra di hari pertama masuk stase DV saat itu seperti mendapat durian runtuh, kami ambil pasien tersebut sebagai kasus dan kami coba ajukan kepada pembimbing dokter muda saat itu. Sayang seribu sayang kasus kami ditolak.

Pembimbing meminta mencari pasien lepra yang baru dan mempunyai tanda dan gejala yang khas yang muncul. Pasien kali ini bukanlah pasien yang biasa. Hanya mata Prof dengan sekali lihat dia dapat mengenali dan mendiagnosis dengan tepat bahwa pasien ini adalah pasien lepra.
Ya mata dokter muda/koas hanya dapat menilai pasien ini cocok untuk memenuhi sarat administrasi saja atau tidak...

Memang butuh jam terbang untuk dapat mencapai mata seorang Prof. Belajar menjadi dokterl ayaknya belajar menjadi pendekar. Perlu kedisiplinan dan sikap keteguhan hati untuk memulai dari hal yang kecil dan selalu berani memulai dari bawah. Pendekar yang hebat bukanlah pendekar yang dibentuk dalam periode instan. Ia akan matang seiring waktu dan dibentuk dengan sikap dan keteguhan hati bahwa jalan pendekar adalah jalan yang terus belajar sepanjang hayat. Selama jalan yang dijalani benar ia tidak boleh ragu, walau kadang seribu rintangan akan terus menghalangi agar seorang dokter keluar dari jalan pendekar tersebut.




2 komentar:

Unknown mengatakan...

hi.. i like this blog
visit back .. yao
http://antechno.com

Anonim mengatakan...

Informasi yang sangat bagus sekali, salam hangat dari saya admin obat benjolan