Kamis, 17 Juli 2008

2nd Note: Kehidupan Sempurna ...

Pagi, itu di ruang kuliah lantai dua, duduk seorang dosen dikelilingi dengan para koas. Wajahnya yang segar, walaupun sudah cukup berumur, dan postur tubuhnya yang agak tambun berkisah dengan semangat. Kisah ini tentang seorang yang amat sakti, di mana tidak ada seorang pun pada masanya yang dapat mengalahkan kesaktiannya. Ya semacam Kenshin Himura atau kalau era anak sekarang Naruto atau semacamlah. Sebut saja ia dengan Rama.

Rama telah banyak mengalahkan ratusan hingga ribuan pendekar dan ksatria di dunia ini. Dari ujung kutub utara sampai kutub selatan telah dia tantang untuk dia kalahkan bahkan tak segan pula ia membunuh. Bicara bunuh-membunuh dia telah pengalaman semenjak, ya seusia para koas yang sedang duduk dengan dosen tersebut. Namun, kini ia telah mulai beranjak tua (30 thn ke ataslah) tetapi ia ingin mati sebab tidak ada ksatria yang mampu membunuhnya. Hingga ia tertidur dan bermimpi tentang masa lalunya …

Dulu ketika Rama seusia para koas dia mendapati ayahnya marah besar kepada ibunya. Ayah Rama marah karena ia mengetahui ibunya selingkuh dengan seorang pria ksatria dan meninggalkan ibunya, padahal mereka telah menikah lebih kurang 25 tahun. Ayah Rama lalu bertanya kepada tiga anaknya mulai dari yang terkecil hingga yang tertua. Rama adalah anak yang tertua. Anak terkecil usianya kira-kira anak SMP kelas 1 dan anak kedua usianya baru masuk kuliah.

“Nak, menurutmu jika ayah membunuh ibumu kamu rela atau tidak? Sebab ibumu telah ketahuan selingkuh dengan seorang pria, ” tanya Sang Ayah

“Jangan-jangan bunuh ibu adik masih saying sama ibu,” jawab anak yang terkecil.

“Kalau kamu gimana?” tanya Sang Ayah kepada anak yang kedua,

“Saya tau ibu salah dan saya paham bahwa ayah marah dengan ibu. Tetapi maaf ayah, saya sangat sayang dengan ibu dan tidak ingin ayah mengotori tangan ayah untuk membunuh ibu, lebih baik ayah ceraikan saja ibu.”

“Kalau kamu gimana Rama?” tanya Sang Ayah yang masih tidak puas dengan jawaban kedua anaknya.

“Ok saya turuti permintaan ayah untuk membunuh ibu tetapi setelah itu ayah turuti kemauan saya,” jawab Rama dengan tegas.

“Bagus, bagus, ok ayah setuju dengan kamu. Kalau begitu segera laksanakan, wahai Rama,” perintah Sang Ayah.

Akhirnya Rama melaksanakan perintah ayahnya dan membunuh ibunya dengan tanganya sendiri.

“Wahai ayah perintahmu telah kulaksanakan, kini aku minta ayah penuhi permintaanku?” kata Rama

“Apa permintaanmu Rama?” tanya Sang Ayah

“Tolong hidupkan kembali ibu dan kembalilah hidup dengan ibu seperti sediakala…” jawab Rama

Tentunya ini bukan permintaan yang mudah, sesakti-saktinya Sang Ayah ia tak mampu menghidupkan kembali orang mati. Melalui permintaan Rama ini, Sang Ayah sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan yang sangat besar….

Di tengah mimpi timbul suara…

“Wahai Rama benar kamu ingin segera mati?”

“Ya, aku ingin segera mati. Segala macam kesuksesan dunia dan ketangguhan para ksatria di dunia telah kutaklukan, tak ada yang dapat menandingi aku sekarang. Lebih baik aku ingin hidup ini berakhir saja. Aku merasa lelah, aku ingin mati dengan mulia…” jawab Rama lantang.

“Bagaimana kamu bisa mati dengan mulia wahai Rama? Apa hidupmu sudah sempurna?”

“…” Rama terdiam

Seketika itu ia terbangun dan sadar bahwa dirinya hanyalah seorang yang kesepian dan ia ingin menjalani hidup yang sempurna namun ia tidak tahu…

Dosen itu menceritakan bahwa akhirnya Rama mengubah jalan hidupnya menjadi seorang guru dan di akhir hayatnya dia dibunuh oleh muridnya sendiri dan saat dibunuh oleh muridnya itulah ia merasa hidupnya kini telah sempurna….

Sebuah kisah yang memberi pelajaran dan hikmah bahwa :

  1. Sehebat dan sepinter apapun orang jika ia tidak dapat memberi manfaat bagi orang lain maka sudahkah ia dapat berkata bahwa hidupnya telah sempurna?
  2. Nilai kepatuhan seorang anak kepada orang tua
  3. Menegakkan hukum kepada orang yang bersalah meskipun orang tersebut adalah orang yang kita cintai
  4. Kebahagiaan dan kehidupan yang “sempurna” bagi seorang guru adalah melihat murid-muridnya mampu melebihi kemampuan dari gurunya.

Cerita dari : drg. Sara Afari Gadro, M.Kes; Yogya, Kamis, 5 Juni 2008, pukul 8.30 WIB

Dimodifikasi oleh Sang Murid…

Tidak ada komentar: