Kamis, 17 Juli 2008

4th Note: Dokter Komplit....

Inilah tokoh pengusaha muda berdarah Minang yang kesohor di Medan : Rosihan Arbie. Ia mengelola satu rumah sakit, satu klinik spesialis, dan satu hotel - Rumah Sakit Permata Bunda, Klinik Spesialis Bunda, dan Hotel Garuda Plaza.

Uniknya, ketiga unit usaha ini terletak saling berhadapan di jalan Sisingamanganraja. Usaha ini dirintis ayahnya, Haji Arbie, dari bisnis percetakan.

Rosihan, yang sering dipanggil "Pak Dokter", memang unik. Ia memang dokter, tapi tidak praktek. Untuk mengamalkan ilmunya, Rosihan mengajar mata kuliah farmakologi pada FK Universitas Sumatera Utara. Usianya sekitar 40-50 tahunan, tapi kelihatan sangat matang. Ia punya naluri bisnis yang tajam dan pintar bergaul.

Pendek kata, ilmunya komplit. Rosihan punya darah Minang, yang hebat dalam sense of enterprenuership, dan terjun di alam persaingan yang keras di Medan yang bahkan ditakuti pengusaha asal Jawa sekalipun. Di samping itu, ia rajin menyerap ilmu bisnis, manajemen, dan pemasaran mutakhir dari Harvard ataupun Wharton.

Saya tertarik terhadap tiga hal pada dirinya:

Pertama, ia berusaha melakukan sinergi di antara bisnis rumah sakit dan hotel. Padahal keduanya punya perbedaan yang cukup mencolok. Usaha yang satu untuk orang sakit, dan usaha yang lain untuk orang sehat.

Tapi Rosihan berpikir lain. Ilmu hotel, yang biasa memberi customer service pada tamu, harus ditularkan pada rumah sakit. Karena itu, orang yang datang ke rumah sakit dan klinik spesialisnya dianggap customer. Konsep customer satisfication harus diimplementasikan di sana. Para dokter dan perawat di rumah sakit dan kliniknya sering diikutkan seminar tentang how to deliver a good service.

Ia, sebagai seorang dokter, juga mengajak Polda Sumatera Utara untuk menyelenggarakan seminar penyuluhan tentang bahaya ekstasi, pil koplo, dan magadon di Hotel Garuda Plaza. Tentu saja ajakan itu disambut baik oleh pihak yang berwajib. Semua tempat termasuk sekolah menengah, punya resiko tinggi terhadap hal itu, akan diundang mengikuti seminar tersebut. "Mumpung belum, jangan sampai Medan jadi Jakarta," katanya. Acara itu tentunya merupakan pedang bermata dua - merupakan cermin rasa tanggung jawab sosial dan sekaligus PR untuk rumah sakit. Bahkan acara itu sendiri bisa menciptakan traffic di hotel.

Kedua, Rosihan pintar melakukan networking dengan pihak ketiga. Organisasinya sendiri dipertahankan lean, mean, and clean. Tapi jaringan dengan organisasi lain digelar. Sisa waktunya yang sudah sedikit itu masih dipakai Rosihan untuk aktif pada sekitar 30 organisasi. Ia duduk pada berbagai kepengurusan organisasi - mulai dari Kadin, asosiasi manajer, sampai Persatuan Pelanggan Telepon.

Ia pintar mengatur waktu untuk menghadiri rapat, seminar, atau acara lain dari organisasi tersebut. Justru lewat jaringan yang begitu luas, maka bisnisnya bisa jalan lebih lancar. Hubungan bukan cuma bisnis, melainkan sudah jadi lebih pribadi.

Selain itu, Rosihan juga membina 90 pengmudi taksi yang bertugas di Bandara Polonia. Ia memberi komisi progresif untuk para pengemudi yang bisa membawa tamu-tamu walk in. Para pengemudi itu dikumpulkan tiga bulan sekali di hotelnya, diberi hadiah, dan diajari salesmanship.

Selain komisi, para pengemudi yang membawa tamu paling banyak juga diberi hadiah televisi. Semua pengemudi dan keluarga, kalau sakit, boleh datang ke rumah sakitnya tanpa perlu taruh uang muka, dan diberi diskon pula. Para pengemudi taksi biasanya sering diberi pengarahan untuk membawa korban kecelakaan, kalau kebetulan ketemu di jalan, ke rumah sakit. Opo ora hebat?

Ketiga, Rosihan juga pintar memilih, mengembangkan, dan membina sumber daya manusia di rumah sakit ataupun di hotel. Perawat di rumah sakit diupayakan sama rata dalam jumlah antara yang memeluk agama Islam, Kristen, dan Konghuchu. Ada maksudnya tentu. Supaya pada Hari Lebaran, Natal, dan Tahun Baru Cina, yang sering melumpuhkan operasai bisnis di Medan, rumah sakit masih bisa jalan. Mengapa? Hanya sepertiga yang cuti, dan dua pertiga lagi masih bisa masuk kerja.

Hotel Garuda Plaza sekarang dipimpin oleh general manager kebangsaan Filipina. Maksudnya, biar hotel itu bukan bintang lima, tapi punya citra internasional. Maklum, segmen pasar wisatawan mancanegara cukup besar di situ.

Rosihan sendiri termasuk seorang hands on leader. Ia mengerahkan pikiran 24 jam untuk bisnis. Ia juga selalu melakukan pemantauan pribadi ke hotel dan rumah sakit sampai larut malam. Anda mau tahu kendaraan pribadinya? Punya Mercedez Bens, tapi disimpan di rumah. Kalau nyetir cukup Toyota Starlet.

Mengapa Starlet? "Lho, saya kan pengusaha kecil yang harus bisa bergaul dengan semua orang. Kalau naik Mercy, berarti saya pasang jarak dengan orang lain," katanya.

Selain konglomerat, negara kita memerlukan banyak pengusaha menengah, seperti Rosihan, untuk membentuk lapisan kekuatan ekonomi yang tangguh. Dari lapisan menengah inilah diharapkan akan lahir konglomerat baru, seperti Bankir Mochtar Riady.

Disadur dari tulisan Herwawan Kertaya dalam buku Siasat Bisnis

Tidak ada komentar: